Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sang Mudawim Sholawat Nariyah Itu Telah Bertemu Kekasih-Nya

 penamaan Nariyah terjadi tashif atau perubahan dari kata yang bahwasanya taziyah Sang mudawim Sholawat Nariyah itu telah bertemu kekasih-Nya

Abdul Fatah
17 Sya'ban 1440 H

Sholawat Nariyah, sudah jama' dikalangan kita -kaum nahdliyin- mendengar dan mengamalkannya. Adalah Syaikh Ahmad At-Tazi al-Maghribi (Maroko) penyusun dari sholawat itu. Menurut Syaikh Abdullah al-Ghummari, penamaan Nariyah terjadi tashif atau perubahan dari kata yang bahwasanya taziyah. Sebab keduanya mempunyai kemiripan dalam goresan pena Arab, yaitu النارية dan التازية yang berbeda pada titik huruf. Di Maroko sendiri shalawat ini dikenal dengan shalawat Taziyah, sesuai nama kota pengarangnya.

Sementara Syaikh Muhammad Haqqi Afandi An-Nazili, dalam kitabnya Khazinatul Asrar, mengutip perkataan Syaikh Al-Qurthubi menamai Shalawat ini dengan Shalawat Tafrijiyah, diambil dari teks yang terdapat di dalamnya yaitu (تنفرج). Demikian pula Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani menyebut dengan nama shalawat At-Tafrijiyah dalam kitabnya Afdlal ash-Shalawat ala Sayidi as-Sadat.

 penamaan Nariyah terjadi tashif atau perubahan dari kata yang bahwasanya taziyah Sang mudawim Sholawat Nariyah itu telah bertemu kekasih-Nya


Almarhum KH. Achmad Sibawayhie Syadzli sendiri sudah menerima sanad Sholawat ini dari gurunya KH Abdul Aziz putra KH Ali Wafa Temporejo Jember semasa ia masih mondok. Dan juga menerima sanad  yang bersambung ke penyusunnya dari Syeikh Amin Al-Quthbi ketika ia menunaikan Ibadah Haji pertama tahun 1971, dari sanad inilah ia mengamalkan bacaan Sholawat Nariyah sebanyak 4444 kali.

Sepulang dari haji pertama itu, pada tahun 1972 ketika ia masih tinggal di Kalianget Banyuglugur, ia mulai mengajak beberapa orang untuk mengamalkan pembacaan sholawat Nariyah 4444 dengan istiqomah setiap malam Jum'at, pada ketika itu gres sekitar 7 orang saja. Jama'ah ini tidak berkembang signifikan, alasannya yakni prinsip ia yakni keistiqomahan biar sedikit asal istiqomah lebih baik daripada banyak jama'ah namun kesudahannya bubar.  

Ketika ia hijrah ke desa Demung untuk mendirikan pesantren, pembacaan Sholawat 4444 itu tetap istiqomah ia jalankan dengan mengajak seluruh santri baik putra maupun putri. Prinsip ia tetap sama tidak ingin mengajak ratusan atau ribuan jamaah alasannya yakni khawatir tidak bertahan usang namun tidak ekslusif untuk kalangan sendiri tetapi juga terbuka bagi siapapun yg ingin ikut ia persilahkan. 

Beliau benar-benar hebat Sholawat dan hebat tirakat yg sangat istiqomah, tidak jarang pembacaan sholawat sebanyak 4444 kali ia baca sendirian tanpa dibagi dan dibantu orang lain, bahkan dalam usia yg sudah senja ia masih berpengaruh duduk berjam-jam di hadapan makam Rasulullah mulai dari Ashar hingga selepas Isya' tanpa berganti posisi dan kawasan sedikitpun. Semua ini ia lakukan demi santri-santri dan anak cucu beliau. 

Pembacaan Sholawat Nariyah sudah biasa ia amalkan semenjak muda dan terus istiqomah ia amalkan dalam keadaan apapun, bahkan sekitar 3 jam menjelang wafatnya, ia meminta para asatidz yang tiba menjenguknya di rumah sakit untuk mengadakan istighosah Sholawat Nariyah di dekatnya, dan di simpulan istighosah ia masih berkenan berdo'a dengan arahan menengadahkan tangannya meski dengan segala keterbatasannya. 

Beliau Kyai yang sederhana, bergaul dengan semua orang baik yang berpangkat maupun yg jelata tidak ada perbedaan baginya. Beliau selalu menghadiri ajakan siapapun dimanapun dan selalu hadir sempurna waktu sesuai dengan jam yg sudah ditentukan bahkan tidak jarang sebelum jam acaranya ia sudah ada di tempat. 

Beliau selalu mengajak putranya atau juga penulis untuk mengantarkan ke kawasan undangan. Penulis menyadari ternyata yg ia lakukan merupakan sebuah pendidikan bil hal yang ia ajarkan kepada putra dan cucunya bagaimana melayani umat. 

Beliau yakni Kyai yg sangat sering sekali menerima isyarah-isyarah langit tetang tragedi dan petaka yg akan terjadi. Dan isyarah itu selalu ia sampaikan kepada orang lain sebagai  pengingat dan nasihat. 

Hubungan ia dengan Rasulullah sudah sangat erat, ini dibuktikan dari seringnya ia bertemu Rasulullah baik dalam mimpi maupun mukasyafah. Berdasar kisah beliau, pada ketika penikahan orang bau tanah penulis, Rasulullah hadir dengan menaiki kereta dari cahaya dan ketika Rasulullah turun dari kereta, permadani hijau terbuka menjadi bantalan telapak kaki yg mulia Rasulullah.

Sekitar 40 hari sebelum wafatnya, ia sudah memberi kabar kepada salah satu putranya (KH. Mahfud), bahwa usianya sudah menjelang akhir. Beliau menuturkan bahwa telah dinantikan Rasulullah. Sang putra menerjemahkan lain, mungkin maksudnya supaya ia umroh lagi, namun ia menolak alasannya yakni lebih baik bertemu pribadi dengan Sang kekasih, Rasulullah SAW. 

Penulis sangat yakin ia salah satu Waliyullah, gejala itu sangat nampak terang dimata meski tanpa karomah khoriqul 'adah. Keistiqomahan, keserdehanaan, keihklasan, ketawadluan, akhlak, serta pesan tersirat pesan yang tersirat beliau, sudah sangat cukup mendiskripsikan ia yakni Waliyun min Auliyaillah. 

Selamat jalan Kyai.. 
Engkau telah berjumpa kekasihmu.